Selasa, 01 November 2016

Code-Mixing dan Code-Switching


Code-switching (alih kode) dan Code-mixing (campur kode) sering kali terjadi dalam berbagai percakapan masyarakat, Code-Mixing dan Code-Switching dapat terjadi di semua kalangan masyarakat, status sosial seseorang tidak dapat mencegah terjadinya Code-Mixing maupun Code-Switching atau sering disebut multi bahasa (multilingual). Masyarakat yang multi bahasa muncul karena masyarakat tutur tersebut mempunyai atau menguasai lebih dari satu bahasa yang berbeda-beda sehingga mereka dapat menggunakan pilihan bahasa tersebut dalam kegiatan berkomunikasi. Terutama masyarakat Indonesia yang memang terdiri dari ragam suku dan bahasa. Dalam kajian sosiolinguistik, pilihan-pilihan bahasa tersebut kemudian dibahas karena hal ini merupakan aspek penting yang dikaji dalam suatu ilmu kebahasaan.

Thelander mengatakan apabila didalam suatu peristiwa tutur terdapat klausa-klausa atau frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid phrases), dan masing-masing klausa dan frase tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi ini adalah campur kode (code-mixing). Kemudian Nababan mengatakan campur kode (code-mixing) yaitu suatu keadaan berbahasa lain ialah bila orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut percampuran bahasa itu. Maksudnya adalah keadaan yang tidak memaksa atau menuntut seseorang untuk mencampur suatu bahasa ke dalam bahasa lain saat peristiwa tutur sedang berlangsung. Jadi penutur dapat dikatakan secara tidak sadar melakukan percampuran serpihan-serpihan bahasa ke dalam bahasa asli. Code mixing serupa dengan interfensi dari bahasa satu ke bahasa lain.
Misalnya:
"jangan suka nge-judge gitu dong. orang kan beda-beda
(kata "judge" merupakan kata dalam bahasa inggris yang disisipkan ke dalam pengucapan bahasa indonesia).

Nah, disini kita lihat bahwa code-mixing tidak berganti di seluruh kalimat, tetapi hanya pada satu-dua kata saja dengan bahasa asing agar terlihat lebih keren atau berterima. Menurut saya, penggunaan code mixing ini juga dikarenakan, ada sebagian dari kata-kata tersebut yang arti atau maknanya lebih menekan atau 'pas' tingkat kedalaman maknanya. Ini terjadi juga secara tidak sadar, karena kadang-kadang otak kita memiliki banyak leksikon yang bercampur aduk dan kita sering menggunakan lebih dari satu bahasa. 

Contoh lainnya :
Lilis                 : Eda, tugasmu udah siap?
Afdel               : udah donk
Lilis                 : Dapat bahan darimana?
Afdel               : Browsing-lah kak, kan banyak tuh bahan disana, rajin baca aja.

Hal yang sama dari code switching dan code mixing, ya keduanya lazim terjadi dalam masyarakat multilingual dalam menggunakan dua bahasa atau lebih. 

Perbedaannya alih kode (code switching) terjadi antara bahasa yang digunakan masih memiliki otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan disengaja, karena sebab-sebab tertentu, sementara campur kode (code mixing) terjadi pada suatu kode utama atau kode dasar yang digunakan memiliki fungsi dan otonomi, sedangkan kode yang lain yang terlibat dalam penggunaan bahasa tersebut hanyalah berupa serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi dan otonomi sebagai sebuah kode. 

Nababan mengatakan bahwa Alih kode (code switching) adalah peristiwa peralihan dari satu kode (bahasa) ke kode yang lain dalam suatu peristiwa tutur.
Contoh: 
Afdel               : Eda, kak Lilis belom datang ya?
Lia                   : Belum, padahal sebentar lagi sudah hampir setengah sembilan, 
                          tutup waktu absen.
Afdel               : Eh, itu dia datang. Eh, kak lis asi leleng ko ro? 
Kak Lilis          : "Wi, pature anakku dope, Ayah si Nadia kehe tu Panyabungan karejo.

Code Switching disini terjadi antara Afdel dan kak Lilis merupakan berasal dari daerah yang sama, yaitu Panyabungan sehingga memungkinkan penggunaan bahasa daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar